Selama Ini Tak Kenal Anak Kami, Oleh Umi Widya
Selama Ini Tak Kenal Anak Kami
Oleh Umi Widya
Tampilannya "tak biasa" untuk saya. Perawakannya kekar, rambutnya diikat satu dibelakang, sedikit "sangar". Kalau kau macam-macam, sekali tonjok, sudah lah kelar.
Dia chat WA, minta izin bertemu, mau curhat katanya. Tak ada foto di DP nya. Agak kaget saja saat pertama berjumpa pria itu. Dia menyapa lebih dulu, saya persilakan masuk.
"Ini bu, saya bawa anak saya ini", Dia terus bicara menceritakan keadaan anaknya. Seraya bicara, tangannya tak lepas dari tubuh anak itu. Anaknya "ditahan" duduk di kursi dengan tangannya.
Bergantian giliran saya bicara, "Pak, boleh di lepaskan saja tangannya, tidak apa-apa kok disini aman, tidak ada benda berbahaya, biarkan dia bergerak, kita berbicara seraya mengawasi dia", tukas saya.
Dia menyatakan anaknya "hiperaktif". Saya menyela, "Apakah bapak sudah memeriksakan ananda ke dokter atau psikolog?" Tanya saya menelisik. "Belum bu", jawabnya. "Tahu dari mana bapak bahwa ananda ini Hiperaktif? Jangan-jangan kita nggak kenal anak kita lho pak", saya mulai berani membuat gebrakan, saya lanjutkan dengan kalimat "pedas" panjang lebar namun tenang, walau diawal agak gemeteran hehehe.
Dia tertunduk diam. Sepertinya ada sesuatu. Saya terima siapa pun yang mau curhat, termasuk bapak ini. Tiba-tiba, sedikit berlinang air mata dia bicara, "Bu, benar apa yang ibu katakan, kami sepertinya selama ini tak kenal anak kami, sudah saya masukin kemana-mana, sudah saya kirim ke tempat les, tapi dia nggak berubah juga, rupanya kami yang salah", suaranya sedikit bergetar.
Duh, agak risih saya. Tampilannya sangar tapi hatinya bisa selembut salju hahaha. Dia mulai bicara lagi, "Saya merasa tertohok oleh kata-kata ibu, saya akui sekali bahwa kami lalai selama ini, saya akan daftarkan anak saya ke sekolah ibu ini besok, apakah bisa diterima?".
"Tentu saja dengan senang hati kami bantu, pak. Syaratnya orangtua harus mau bekerja sama, mendidik anak adalah tanggung jawab orangtua, kami para guru hanya membantu", tandas saya tegas.
Tak butuh kepalan tangan berhadapan dengan si pria kekar, cukup kelembutan hati membuat dia mengerti, kealpaannya sebagai orangtua. Ternyata anak tak kunjung berubah karena orangtuanya juga belum berubah.
Setelah bicara panjang lebar, beliau pamit pulang. Sekarang setiap jumpa saya, selalu menunduk sopan, padahal tubuhnya tinggi kekar. Kadang orang yang melihat nampak keheranan. Hehehe
0 Response to "Selama Ini Tak Kenal Anak Kami, Oleh Umi Widya"
Posting Komentar